
Lily si Topi Lebar
BAG 1
Diceritakan oleh : Maureen Maybelle
“Lily! Lily! Lily!......” Seru anak-anak menyoraki Lily dengan riuh rendah dan tepuk tangan.
Lily diminta untuk menyanyi di acara ulang tahun temannya, di rumah tetangganya.
Tetapi, uff, Lily merasa sangat malu. Ia menundukan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang memerah di balik topinya yang lebar. Ya, Lily memang selalu memakai topi yang sangat lebar ke manapun ia pergi. Topi yang selalu ia gunakan sebagai tempat menyembunyikan wajahnya yang memerah, apabila ia merasa malu atau takut.
“Lily! Lily!” Suara itu kembali terdengar.
“Lily si Topi lebar!”
“Ayo! Kamu bisa!”
“Lily si Topi Lebar!”
Lily terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak! Aku tidak bisa! Aku malu!” pekik hatinya panik.
“Ayo, Lily! Suaramu kan merdu. Menyanyilah, sebagai hadiah ulang tahun untuk temanmu.”
Lily kembali menggeleng dan menggelengkan kepalanya.
“Tidak! Tidak mungkin! Aku tidak bisa!” bisiknya panik, lalu berlari meninggalkan rumah itu, sambil menurunkan topi lebarnya, agar semakin menutupi wajahnya yang merah padam karena malu.
Lily berlari dan terus berlari, hingga tibalah ia di sebuah pinggiran sungai kecil yang beriak-riak. Di sana terdapat banyak pepohonan yang rimbun.
Gadis kecil itu menjatuhkan tubuhnya, duduk di bawah pohon besar.
“Haiih… mengapa mereka menyuruhku menyanyi di depan umum? Aku tidak mungkin melakukannya. Aku sangat malu. Aku tidak mungkin melakukannya…. “ Lily berkata sendiri, sambil mencabuti rumput-rumput lalang di sekelilingnya.
“Minggu depan, Mama juga memintaku untuk menyanyi di gereja. Aduuuh, bagaimana ini? Itu tidak mungkin! Aku tidak mungkin melakukannya. Menyanyi di hadapan begitu banyak orang. Kalau aku melakukan kesalahan, mereka semua akan menertawakanku. Itu tidak mungkin…”
Lili menyandarkan kepalanya di batang pohon tempat ia duduk berteduh. Dirasakannya angin sepoi-sepoi membelai wajahnya. Beberapa ekor burung gereja berlompatan di sekeliling Lily. Sebagian lain bertengger di dahan pohon di sekitarnya. Siulan burung gereja yang bersaut-sautan di dahan pohon seakan-akan menertawakan Lily.
“Uugghh, pokoknya Lily tidak mau menyanyi di gereja. Sama seperti Lily tidak mau menyanyi hari ini. Itu tidak mungkin! Tidak mungkin!” Lily memejamkan matanya, membiarkan terpaan angin menghembus di wajahnya.
Sepoi – sepoi…
Semesta bernyanyi, karena kasihNya
Tak berubah sampai selamanya, Puji agungkan namaNya…
Lily membuka matanya. Suara apa itu? Merdu sekali.
Lily menengok ke sekelilingnya. Tetapi, ia tidak menemukan apa-apa. Padahal, Lily jelas-jelas mendengar suara orang bernyanyi… dimanakah ia?
Hanya Tuhanlah yang layak untuk dipuji
Hanya Tuhanlah yang layak untuk dipuji
Hei! Lily kenal lagu itu. Itu lagu yang sering ia nyanyikan di sekolah minggu. Tetapi, manakah penyanyinya? Lily memutar tubuhnya, menjulurkan lehernya, mencari siapakah gerangan yang menyanyikan lagu itu?
“Hai!” terdengar suara kecil.
Lily terkejut. Ia membalikan tubuhnya. Tidak ada orang. Apakah, tempat itu berhantu? Hiiii, Lily bergidik ngeri. Jangan jangan….
“Plak!” sesuatu menepuk pundak Lily.
“Aaaa!” Lily menjerit kaget, membalikan tubuhnya, dan…
“Aaaaa…..?” Lily menjerit ketakutan, melihat sesosok mahluk mungil yang aneh berdiri di depannya.
Mahluk itu, melihat Lily menjerit, ikut menjerit juga, “Aaaaaa…..!” bahkan lebih keras lagi.
Lily terkejut heran. Kok, mahluk itu juga menjerit. “Apakah ia juga takut kepadaku?” batin Lily heran.
“Aaaa…. “ Lily berusaha untuk bicara.
Mahluk itu menatap Lily dengan raut muka heran. “Aaaah…? Aaaaah…? Lagu apa itu? Aku tidak pernah mendengar nyanyian seperti itu. Itu lagu baru? Kedengarannya boleh juga. Apa judul lagunya? Aaaa? Begitu?”
Lily terpana. Alisnya terangkat tinggi, mulutnya terbuka, lalu tertutup, lalu terbuka lagi…
Astaga, mahluk apakah ini?
Tubuhnya lebih kecil darinya. Tetapi, wajahnya, tidak lebih kecil dari Lily. Orang cebolkah? Kata mama, orang cebol itu bertubuh pendek, tetapi, wajahnya tidak muda. Tetapi, oh, apakah itu? Telinganya lebar sekali, dan lancip di ujungnya.
Lily pernah tahu orang seperti ini di mana ya? Lily berpikir, dan berpikir…
Ah, Lily ingat sekarang. Kurcaci! Lily pernah melihat yang seperti ini di buku-buku cerita yang ia baca. Kurcaci-kurcaci lucu yang baik hati. Hmm, kurcaci yang baik hati?
Kening Lily berkerut. Lily bertemu dengan kurcaci? Aneh sekali?
“Hai!” Sapa kurcaci lagi, tangannya mengibas-ngibas di depan muka Lily.
“Aku di sini… Kenapa jadi bengong begitu? Aku sedang bertanya kepadamu! Apakah yang kamu nyanyikan tadi adalah sebuah lagu baru?”
Lily menelan ludahnya. Berusaha untuk menghilangkan rasa takut dan terkejutnya.
“Itu bukan lagu. Itu suara jeritanku. Aku takut sekali mendengar suara orang berbicara, tetapi tidak melihat siapa-siapa. Aku pikir tadi suara hantu…” Lily menjelaskan terbata-bata.
“Hahaha… suara hantu…. Ahahaha…Kamu lucu sekali gadis kecil.” Ucap Sang Kurcaci menertawakan ketakutan Lily.
Lily mengerutkan keningnya. Ia tidak suka ditertawakan. Ya, Lily memang paling tidak suka ditertawakan.
“Hei! Apanya yang lucu. Aku tadi ketakutan, dan itu wajar. Kenapa kamu tertawa?” protes Lily dengan kening berkerut dan muka cemberut.
Kurcaci itu menatap Lily dengan terheran-heran.
“Kening berkerut dan muka cemberut. Itu artinya manusia sedang marah…” Sang Kurcaci bergumam sendiri, lalu meneruskan, “Hei! Kamu marah kepadaku? Mengapa keningmu berkerut dan mukamu cemberut?”
“Karena kamu menertawakan aku. Aku, paling tidak suka ditertawakan orang. Itulah sebabnya, aku menolak disuruh mama menyanyi di gereja. Karena, kalau aku salah menyanyi, tentu semua orang di gereja akan menertawakan aku!” sahut Lily masih cemberut.
“Haah? Apa? Kamu menolak menyanyi di gereja? Oooh….” Sang kurcaci menepuk keningnya.
Kening Lily tambah berkerut. Kurcaci ini menyebalkan sekali. Lily merasa takut, malah ditertawakan. Dan sekarang, Lily tidak mau menyanyi di gereja, juga disalahkan…
“Hmmm, siapa namamu?” Tanya Kurcaci itu.
“Lily. Lily R Williams.” Ucap Lily tegas, “Dan kamu kurcaci, siapa namamu?”
Kurcaci itu tertawa. “Namaku Tertawa.”
“Tertawa?” ulang Lily heran, “Kau sedang menggodaku, kurcaci jelek?”
Kurcaci itu menatap Lily dengan terheran – heran…
“Oh…oh…oh…, Lily, Lily… mengapa kamu gampang sekali marah dan tersinggung? Kurasa, kamu harus ikut dengan aku.”
“Ikut denganmu? Kemana?” Tanya Lily heran.
“Ke Tanah Bahagia.” Kata Sang Kurcaci.
“Tanah Bahagia? Di manakah itu?” Tanya Lily heran.
“Kamu harus ikut denganku. Di sana, kamu akan bertemu dengan banyak mahluk-mahluk lain. Semuanya bahagia. Semuanya bersukacita. Tidak ada yang merasa takut. Tidak ada yang merasa malu. Tidak ada yang merasa kesal atau marah. Semuanya bahagia. Itulah sebabnya, tempat itu dinamakan Tanah Bahagia. Nah, kamu mau ikut denganku?”
Lily berpikir sejenak, “Tempat itu, menyeramkan tidak?”
Sang kurcaci tertawa lagi, “Tentu saja tidak. Namanya saja, Tanah Bahagia. Tidak mungkin menyeramkan. Ayo ikut denganku. Aku akan memperkenalkan kamu dengan teman-temanku. Dan aku yakin, mereka pasti akan dapat membantumu menyelesaikan masalahmu…”
Lily mengangkat alisnya heran.
“Apa maksudmu mereka akan bisa menyelesaikan masalahku, Kurcaci? Apakah aku terlihat bermasalah?”
“Ahahaha… Ya! Kamu bermasalah! Anak yang ketakutan, mudah marah dan tersinggung, serta tidak berani bernyanyi di gereja adalah anak yang bermasalah…”
Kurcaci mengamit tangan Lily, lalu menggandengnya mengikutinya, melewati jalan-jalan asing yang berliku-liku…
Bersambung.
Lily si Topi Lebar
BAG 2
Diceritakan oleh : Maureen Maybelle
Cerita sebelumnya :
Lily bertemu dengan seorang kurcaci yang bernama : Tertawa. Kurcaci yang bertubuh kecil dan bertelinga lebar itu mengajaknya ke suatu tempat yang bernama Tanah Bahagia. Menurut Tertawa, di Tanah Bahagia, semua mahluk bersukacita. Tidak ada yang takut, malu, kesal atau marah. Tidak ada yang cemberut dan mudah tersinggung. Semua mahluk berbahagia di Tanah Bahagia.
Kurcaci Tertawa menggamit lengan Lily, membawanya melalui jalan yang berkelok-kelok, melewati pepohonan dan lalang, hingga tibalah mereka di suatu tempat yang indah.
Hamparan rumput yang terbentang luas dihadapannya. Rumah-rumah mungil yang lucu seperti di dalam dongeng. Ada yang terbuat dari jamur, dari buah tomat, dari bunga slada, dan lain-lain. Dan… lihatlah, sebuah meja besar dari kayu oak dengan sejumlah mahluk-mahluk kecil yang mengelilinginya. Semuanya bertubuh kecil, bertelinga lebar, dan bertopi khas kurcaci. Di atas meja itu, terhidang aneka makanan yang siap disantap. Ada kue keju, kue coklat, pudding, ice cream, dan lain-lain.
“Hai Tertawa! Hai Gadis Kecil! Apa kabar?” sapa salah seorang Kurcaci ramah.
“Oi oi… hai juga Ramah!”sapa Kurcaci Tertawa, “Ini Lily, teman baru kita. Ia seorang manusia. Dan mereka adalah Kurcaci – Kurcaci, teman-temanku di Tanah Bahagia ini.”
“Yang itu bernama Ramah,” Kurcaci Tertawa menunjuk Kurcaci yang baru saja menyapanya. “Sedangkan yang itu bernama Senyum, Lucu, Ceria, Sukacita, Periang, Berani, Pemaaf, Baikhati,
“Oow?” Lily terkesima. Semua Kurcaci itu mempunyai nama yang berasal dari sifat-sifat yang baik. “Kok tidak ada Kurcaci Cemberut atau Pemarah seperti yang ada dalam cerita Snow White, ya?” pikir Lily heran.
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Lily? Mengapa kamu tidak menyapa mereka?” tegur Kurcaci Tertawa, melihat temannya barunya terbengong-bengong.
“Ah, eh… oh… Ei… Mengapa aku harus menyapa mereka…” ucap Lily salah tingkah. Biasanya, Lily paling enggan kalau disuruh memperkenalkan diri. Ia selalu bersembunyi dibalik baju Mamanya, atau siapapun yang ada di dekatnya, apabila ia harus berkenalan dengan seseorang.
“Ya Lily, kamu harus menyapa setiap teman barumu. Karena, bila kamu menyapa mereka, itu artinya kamu sedang menawarkan persahabatan dengan mereka.” Ujar Kurcaci Tertawa.
“Tetapi… apakah mereka tidak akan menertawakan aku?” ucap Lily ragu-ragu.
“Mereka tidak akan menertawakan kamu Lily. Sapaan kamu adalah tawaran persahabatan bagi mereka. Kalau kamu ingin bersahabat dengan semua orang, merasa nyaman dengan semua orang, kamu harus menyapa mereka, agar setiap orang pun merasa nyaman untuk bersahabat denganmu.” Nasehat Kurcaci Tertawa.
“Apakah…mereka tidak akan mencemoohku… atau menolak aku?” Lily masih ragu-ragu.
Kurcaci Tertawa menggeleng kuat. Lonceng di topinya berbunyi bergemerincing, “Tidak, Lily! Tidak akan ada yang menertawakanmu, mencemoohmu, atau menolakmu di Tanah Bahagia ini. Oh…oh…oh… itulah sebabnya, aku membawamu ke sini. Supaya kamu mengerti, bahwa sekelilingmu tidak se-menakutkan yang kamu bayangkan.”
“Jadi… aku harus menyapa mereka?” Tanya Lily masih belum yakin.
“Ya, Lily yang manis. Sapalah mereka!” kata Kurcaci Tertawa.
Lily tersenyum malu-malu. Lalu melambaikan tangannya, menyapa, “Hai Semuanya…”
“Hai Lily!” sapa Kurcaci Senyum sambil tersenyum.
“Hai juga, Lily!” sapa Kurcaci Lucu sambil mengangguk-anggukan kepalanya, sehingga lonceng di kepalanya bergemerincingan.
“Hai juga, Lily manis…” seru semua Kurcaci bersamaan.
Semua Kurcaci itu menatap Lily dengan bersahabat dan senyuman yang ramah.
Lily yang semula masih menunduk, mulai mengangkat wajahnya. Ia melirik teman-teman barunya dengan malu-malu, dan… Lily terperangah melihat sambutan mereka yang hangat dan bersahabat. Mereka semua tersenyum lebar pada Lily.
“Ayo, Lily. Ikut makan bersama kami. Kami sedang mengadakan acara Perjamuan Kasih penduduk Tanah Bahagia.” Kurcaci Ceria menggandeng Lily ke meja makan.
Lily menengok ke Kurcaci Tertawa dengan ragu-ragu.
“Kamu boleh mengikuti acara Perjamuan Kasih ini sekitar sepuluh menit, Lily. Setelah itu, aku akan membawamu menemui Birdy si Penyanyi.” Kata Kurcaci Tertawa, ikut duduk di meja makan.
“Siapa itu Birdy si Penyanyi, Kurcaci Tertawa?” Tanya Lily heran. “Mengapa kamu ingin agar aku menemuinya?”
Kurcaci Tertawa menyuapkan pudding ke mulutnya, sambil berkata, “Ia adalah Penyanyi termasyur di Tanah Bahagia ini. Kalau kamu belajar darinya, kamu pasti akan bisa tampil dan menyanyi dengan baik pada hari Minggu di Gereja nanti.”
Oh…Oh… rupanya, Kurcaci Tertawa membawa Lily ke Tanah Bahagia karena itu. Ah, itu tidak akan berarti apa-apa buat Lily. Tanah Bahagia memang kelihatannya sebuah tempat yang menyenangkan. Tetapi, di rumah Lily dan di gereja, Lily tidak yakin, bahwa ia akan bisa tampil sebaik ia di Tanah Bahagia bersama dengan Kurcaci-kurcaci yang ramah dan baik hati ini.
Lily si Topi Lebar
Bag 3
Diceritakan oleh : Maureen Maybelle
Ringkasan cerita yang lalu :
Lily tiba di tanah bahagia. Di sana ia bertemu dengan beberapa kurcaci yang sedang menyelenggarakan perjamuan kasih. Mereka kurcaci yang menyenangkan, ramah, dan baik hati. Lily diajak untuk bergabung dengan mereka. Dan setelah itu, Kurcaci Tertawa akan membawa Lily ke kediaman Birdy si Penyanyi.
“Kriiing!.........Kring!........” terdengar bunyi lonceng berdering. Beberapa kurcaci yang ikut makan di situ mulai bangkit meninggalkan meja makan.
“Waktu habis… waktu habis… Para kurcaci dipersilakan untuk kembali bekerja,” Kurcaci Lucu berteriak nyaring.
“Waktu untuk bekerja!... Waktu untuk bekerja…” ucap yang lainnya.
Lily bangkit dari duduknya. Ia memandang sekelilingnya dengan terheran-heran.
“Waktu perjamuan kasih sudah habis, Lily. Ayo kita segera berangkat!” seru Kurcaci Tertawa.
“Kita berangkat? Berangkat ke mana?” ulang Lily terheran-heran.
“Ya. Kita segera berangkat ke kediaman Birdy si Penyanyi. Kamu lupa, ia akan mengajar kamu bernyanyi. Dan Birdy punya cara rahasia, agar seseorang bisa tampil dengan baik di muka umum, tanpa merasa takut atau malu.” Ucap Kurcaci Tertawa.
“Ow, ya…”
“Ya! Ayo Cepat. Kita harus segera bergegas ke sana. Katakan selamat tinggal pada teman-teman barumu, Lily,” lanjut Kurcaci Tertawa.
“Ya…ya… selamat tinggal teman-teman Kurcaci?”
“Selamat tinggal juga Lily…Senang berkenalan denganmu…”jawab para Kurcaci bersamaan.
Kurcaci Tertawa membawa Lily kembali menyusuri jalan berliku. Melewati banyak pepohonan dan semak. Melewati beberapa rumah Tomat, Slada, Mawar, rumah lucu di atas pohon, dan aneka macam rumah unik lainnya.
Rumah Birdy si Penyanyi belum terlihat, tetapi suara nyanyian yang nyaring dan merdu sudah terdengar.
“…singing glory praise The Lord, Halleluya… Singing Glory , Halleluya praise The Lord…”
Lily berdecak kagum mendengar suara merdu itu.
“Indah sekali lagunya. Indah sekali suaranya... Ooh, … amat mengagumkan…”
Lily mempercepat jalannya, mencari sumber suara itu.
“Hei… Lily,…tunggu!…. Tunggu aku….” Jerit Kurcaci Tertawa dari belakangnya.
Lily terus berlari, mencari sumber suara dan menyeruak dari balik semak…
“Aaaiii Aiii…” pekik Lily terkejut. Dilihatnya sebuah hamparan luas, di mana terdapat beberapa burung bernyanyi. Dan, yang lucunya, burung – burung itu berpakaian. Bahkan, ada pula yang memakai topi.
Ada pula beberapa kurcaci ikut mengiringi dengan musik ensamble.
Dari sekian banyak penyanyi, ada satu yang paling merdu suaranya.
“Itu Birdy si Penyanyi!” kata Kurcaci Tertawa dari belakang Lily.
Lily menengok Kurcaci Tertawa sekilas, lalu berkata, “Suaranya merdu sekali…”
“Ya, tentu saja. Kamu ingin bisa seperti dia?” Tanya Kurcaci Tertawa.
“Tentu saja, Kurcaci Tertawa. Aku ingin sekali bisa menyanyi sebaik dia.” Ucap Lily bersemangat.
“Nah, itulah sebabnya, aku membawamu ke sini,” lanjut Kurcaci Tertawa.
Mendengar suara orang berbicara, para penyanyi berhenti. Mereka menengok ke arah datangnya suara, dan berseru tertahan, “Aaaah… Anak manusia?”
“Ah, ya… anak manusia?” mereka berkata-kata saling menimpali.
“Hai… apa kabar semua?” seru Kurcaci Tertawa.
“Hai juga Kurcaci Tertawa. Kau datang bersama dengan anak manusia ini?” sambut Birdy si Penyanyi ramah, masih belum hilang dari rasa terkejutnya.
Kurcaci Tertawa mengiyakan.
“Ini Lily. Ia diminta untuk bernyanyi di gerejanya. Tetapi, ia menolak. Katanya, dia malu menyanyi di depan umum. Dia takut ditertawakan, apabila suaranya buruk.”
“Ooo, ooo, anak yang malang. Siapa namamu tadi? Ow, ya, Lily… Nama yang bagus, seperti, bunga Lily? Sungguh nama yang cantik. Secantik orangnya,” kata Birdy dengan senyum ramah dan bersahabat.
Lily ikut tersenyum. Birdy si Penyanyi sungguh lucu. Lihat saja, ia mengenakan baju terusan dengan blazer dan dasi di lehernya. Sebuah topi yang lebar, hampir selebar topinya, dan… ooo ooow, lihat sepatu haknya, ada bunga di sepatunya, ‘hihihi, sungguh lucu, ‘ pikir Lily dalam hati.
Birdy menghampiri Lily dan berkata, “ Aku dulu juga pemalu. Banyak yang sering mengejekku, bila aku bernyanyi. Mereka bilang, suaraku sumbang, nadaku terlalu tinggi, membuat telinga orang sakit, dan lain sebagainya.”
“Oh ya? Separah itukah?” Lily terkejut mendengar ungkapan Birdy si Penyanyi.
“Ya! Bahkan, aku sempat kesal. Aku tidak mau lagi bernyanyi. Aku menutup mulutku, dan aku tidak mau bernyanyi lagi,” Birdy bercerita sambil mengibas-ngibaskan ekornya yang panjang dan berwarna-warni.
“Ya ampuun… sampai sebegitunya?” ucap Lily terheran-heran.
“Ya. Buruk sekali, bukan? Tetapi, Tuhan tidak berkenan dengan perbuatanku. Aku sudah diberi suara yang cukup baik untuk bernyanyi. Dan itu adalah talenta yang diberikan oleh Tuhan, kepada aku. Aku, harus menggunakan talenta itu, sedikit apapun talenta yang diberikan – Nya…” Birdy bercerita sambil merenung, mengingat kembali pengalamannya yang telah lalu.
“Lalu, bagaimana kamu bisa menjadi seperti ini, Birdy? Suaramu, indaaaaah sekali… Aku ingin punya suara sepertimu…” lanjut Lily dengan raut wajah ingin tahu.
“Kamu mau tahu rahasianya?” Birdy balas bertanya.
Lily mengangguk-angguk bersemangat.
“Okey, aku beri tahu…”
bersambung
Lily si Topi Lebar
bagian 4
diceritakan oleh : Maureen Maybelle
Ringkasan cerita yang lalu:
Kurcaci Tertawa membawa Lily menemui Birdy si Penyanyi. Birdy si Penyanyi adalah seekor burung penyanyi yang memiliki suara yang sangat merdu. Tetapi, walaupun Birdy mempunyai suara yang merdu, ia juga pernah mengambek, tidak mau menyanyi lagi, karena dikatakan suaranya sumbang dan nadanya terlalu tinggi. Lalu, apa rahasianya sehingga Birdy si Penyanyi bisa dikenal sebagai Birdy si Penyanyi?
“Ayo, Birdy! Beritahu aku bagaimana caranya supaya bisa menyanyi seperti kamu,” pinta Lily.
Birdy tersenyum. Matanya mengerling jenaka, dan mulai menyanyi, “Lalala…jadi, kau mau tau caranya menyayi… lalala….”
“Ya, Birdy. Ayo ajari aku….”
“Ayo ikuti aku… tarik napas yang panjang… hhmmmmffff…, senyum yang cerah…, bayangkan bahwa sekelilingmu bukanlah teman-temanmu, atau orang-orang yang akan menertawaimu, melainkan, bayangkanlah kamu ada di tempat ini, di Tanah Bahagia, dan kamu akan merasa… bebas… bisa bernyayi sepuasnya, bisa bernyayi sekerasnya… dan… mereka tidak akan menertawaimu….”
“Benarkah?” pekik Lily bersemangat.
“Ya, Lily. Ayo, buka mulutmu, keluarkan suaramu, apapun yang ada di dalam imajinasimu, ayo keluarkan dan nyanyikanlah,” seru salah seekor burung di situ.
“…Kami di sini, untuk berfantasi, menyanyi dan menari, memainkan segala macam musik. Di Tanah Bahagia ini, semua orang bersukaria. Semua bergembira. Semua bernyanyi….”
“Ayo, Lily. Bernyanyilah…,” lanjut salah seekor burung yang memegang drum.
“Mmmnnn… okey, …. Semua bunga ikut bernyanyi…,” Lily mulai bernyanyi.
“Gembira hatiku,” sambung beberapa ekor burung di situ.
“Musik!” seru Birdy lantang.
Burung-burung pemain musik pun memainkan alat musiknya. Lagu yang dinyanyikan Lily berubah menjadi sebuah lagu yang meriah diiringi dengan musik ensambel yang mewah.
“Wow!” seru Lily, terperangah dengan nyanyiannya sendiri.
“Lihat, Kurcaci Tertawa! Aku bisa bernyanyi!” seru Lily bersemangat.
Kurcaci Tertawa membalas sambil tertawa, “Ya, ya, ya, tidak rugi, ‘kan, kamu kubawa ke sini?”
Lily mengangguk-angguk sambil tersenyum bersemangat, kembali menyanyi, “Tuhan sumber gembiraku….”
“Lily, Lily, di mana kamuuu?” tiba-tiba terdengar suara jeritan yang sangat dikenalnya. “Lily, Lily?” suara itu terdengar kembali. Lily mengerjap-ngerjapkan matanya, dan….
“Olala…, aku bermimpi! Tidak ada Kurcaci Tertawa. Tidak ada Birdy si Penyanyi. Tidak ada Tanah Bahagia. Oh, ternyata aku hanya bermimpi,” ujar Lily sedih.
“Lilyyyy!” jeritan itu kembali terdengar.
Itu ‘kan suara Nana, sahabatku, Lily membatin. Ia bangkit dan berteriak menjawab, “Aku di sini, Nana. Ke sinilah. Aku baru saja bermimpi!” Mendengar suara panggilan Lily, Nana mendekat menghampiri.
“Hai! Lily! Kenapa kamu lari? Kita semua tahu bahwa suaramu merdu. Tetapi, mengapa kamu tetap tidak mau menyanyi? Setidaknya, kamu harus mencoba, belajar berani bernyanyi di depan banyak orang!” protes Nana, sambil duduk di bawah pohon di sebelah Lily.
“Nanti dulu. Dengar dulu ceritaku. Aku, baru saja bermimpi yang sangat aneh. Aku bermimpi bertemu dengan seorang Kurcaci….”
“Kurcaci?”
“Ya! Kurcaci itu bernama Tertawa, ia membawaku ke Tanah Bahagia. Di sana aku dikenalkan dengan Birdy si Penyanyi.”
“Birdy si Penyanyi?”
“Ya, ia, mengajariku caranya bernyanyi di depan umum, tanpa merasa malu dan takut. Begini caranya…” Lily pun mulai menyanyikan lagu yang diajarkan Birdy si Penyanyi.
“Lalala…jadi, kau mau tau caranya menyayi… lalala…. Ayo ikuti aku… tarik napas yang panjang… hhmmmmffff…, senyum yang gembira…, bayangkan bahwa sekelilingmu bukanlah teman-temanmu, atau orang-orang yang akan menertawaimu, melainkan, bayangkanlah kamu ada di tempat ini, di Tanah Bahagia, dan kamu akan merasa… bebas… bisa bernyayi sepuasnya, bisa bernyayi sekerasnya… dan… mereka tidak akan menertawaimu…”
“Hai, Lily, kamu bernyanyi!” seru Nana terkagum-kagum, “Kamu bernyanyi dengan sangat lancar. Dan suaramu terdengar sangaaaat merdu.”
Lily tertawa terkekeh-kekeh, “Benarkah? Iya benar, aku baru saja bernyanyi, dan rasanya, bernyanyi itu mudaaaah sekali.” Nana jadi tersenyum.
“Jadi, kamu tidak akan lari lagi kalau disuruh bernyanyi di depan umum?”
Lily tersenyum simpul, sambil mengedipkan matanya, “Kita lihat saja nanti.
***
“…Semua bunga ikut bernyanyi…gembira hatiku….segala rumput pun riang ria, Tuhan sumber gembiraku….”
Suara tepukan tangan membahana di gedung gereja tempat Lily bernyanyi. Lily membungkukkan badannya, mengucapkan terima kasih kepada para jemaat gereja, dan berjalan kembali ke tempat duduknya dengan tenang.
selesai