WELCOME TO MY SITE
maureen-files - Misteri di Villa Green Island
 

Home
Beli Online Buku Anak
Karya Yg Pernah Terbit
Skenario Film Anak
Article dan Inspirasi
Cerpen-Cerber-Dongeng
=> Surat Tanpa Nama
=> Misteri di Villa Green Island
=> Petualangan : Lily si Topi Lebar
=> Si Pemurung Karen
=> Theo Hilang
=> Petualangan di Lembah Hijau
=> Qiu Qiu si Platipus Kecil
Panggung Boneka Anak
Drama Anak, Remaja, Umum, Lansia
Contact

MAUREEN'S COPYRIGHT

 



MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND

 

Bagian 1

Diceritakan oleh : Maureen Maybelle

 

“Huhuhu……….hihihi……huhuhu…….hihihi…….”

Suara tangisan dan tawa perempuan terdengar menggema silih berganti di tengah malam Jumat, di sekitar Villa Green Island, Cipanas.  Suara tangisan dan tawa yang muncul setiap malam Jumat itu, kabarnya berasal dari sebuah kamar kosong di sebuah Villa yang bernama Villa Green Island – Cipanas. Suara itu mulai terdengar sejak kira – kira satu bulan yang lalu. Penduduk di sekitar Villa Green Island mulai resah. Terutama bila malam Jumat tiba, tidak ada seorang pun yang berani keluar dari rumah mereka.

CIPANAS.

Rumah Oma dan Opa Linggo.

“Oma…… Opa…. ,” jerit Mike, saat turun dari mobil yang mengantarnya dari rumahnya di Jakarta, ke rumah Oma dan Opanya di Cipanas. Ia berlari menubruk Oma dan Opa Linngo yang juga dengan girang menghampiri cucunya.

Di belakangnya,  si kecil Ola juga turun dari mobil, berlarian sambil melompat-lompat kegirangan.

“Oma… Opa…., Ola kangen deh,”  seru Ola sambil memeluk dan mencium pipi Oma dan Opanya.

Rupanya hari itu Oma dan Opa Linggo sedang menunggu kedatangan cucu-cucunya, Mike dan Ola baru saja datang dari Jakarta, dengan diantar oleh supirnya. Sementara itu, Ronny, cucu Oma dan Opa Linggo yang tinggal di Bandung, sudah tiba sejak dua jam lalu. Mereka semua mau menghabiskan liburan mereka di rumah Oma dan Opa Linggo, di Cipanas.

Mike dan Ola sangat girang bertemu kembali dengan Ronny, sepupu mereka yang tinggal di Bandung. Sudah hampir setengah tahun mereka tidak bertemu. Terakhir kali mereka bertemu saat merayakan natal bersama sama dengan papa dan mama mereka di rumah Oma dan Opa Linggo setahun yang lalu.

.

Oma sudah menyiapkan semua yang dibutuhkan cucu-cucunya. Mike dan Ronny mendapat kamar di loteng, menghadap ke lereng pegunungan di arah barat. Sedangkan Ola, mendapat kamar di bawah, di dekat kamar Oma dan Opa Lingo.

 

Sore pun tibalah. Anak-anak bersiap siap untuk berjalan-jalan sore, untuk menikmati segarnya udara di pegunungan.

“Hati hati ya, Anak-anak. Kalau mau jalan-jalan ke arah Barat saja. Jangan sekali-kali berjalan ke arah Selatan. Dan kalian harus sudah kembali ke rumah sebelum pukul 18.00 sore. Ingat pesan Opa, ya,” nasehat Opa sebelum anak-anak meninggalkan rumah.

“Iya Opa…, seru Ronny, Mike, dan Ola bersamaan.

Suasana di daerah Cipanas memang menyenangkan. Banyak rumah-rumah di sana yang dibangun untuk vila dan disewakan. Jalan-jalan di sana naik turun dan berkelok, seperti layaknya jalanan di pegunungan. Udaranya sangat segar dan bau harum rumput basah yang baru saja  terkena siraman air sore hari, menambah nyaman suasana di sana.

Di beberapa sudut persimpangan, terhampar taman umum yang dilengkapi dengan mainan anak-anak, seperti ayunan, jungkat-jungkit, dll. Anak-anak memutuskan  untuk beristirahat di salah satu taman umum. Di sana terdapat pula beberapa anak lain yang sedang bermain dan bercakap-cakap.

“Eh…eh…hari ini kan malam Kamis, yah? Dan besok adalah malam Jumat? Berarti, hantu di Villa Green Island , yang terletak di sebelah Selatan itu, akan beraksi kembali besok,” kata seorang anak laki-laki yang sedang bermain bola.

“Oh iya,” sahut temannya, ”Sekarang jam berapa? Aku harus cepat cepat pulang sebelum pukul enam sore.”

“Huuu… penakut kamu,” ejek temannya.

“Biarin,” jawab temannya sambil cemberut,”Biar penakut asal selamat.”

Ola yang sedang berdiri di dekat anak itu, mendengar pembicaraan kedua anak itu..

Ada apa sih? Memangnya di sini ada hantu?” Tanya Ola pada anak yang sedang bermain duduk memegang bola.

“Iya,” jawab Anak itu bersemangat, ”Hantu gila. Sebentar-sebentar tertawa, sebentar-sebentar menangis. Dan yang lebih bodoh lagi, penduduk di sini sangat takut dengan hantu itu.”

“Astaga, Mike,” seru Ola terkesiap, “Ada hantu sungguhan di sini?”

 

Bersambung

 

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND

Bagian 2

Oleh : Maureen Maybelle

 

Ringkasan yang lalu :

Mike, Ola, dan Rony berlibur ke rumah Opa dan Oma mereka di Cipanas. Ketika mereka akan berjalan-jalan sore, Opa melarang mereka berjalan ke arah Selatan, dan mengingatkan mereka supaya pulang sebelum pk.18.00. Ternyata, pada saat itu sedang tersebar gossip bahwa di daerah Cipanas sebelas Selatan terdapat sebuah villa berhantu.

 

“ Ah! Aku nggak percaya hantu!” tukas Mike cepat.

            “ Iya! Lagipula, sebagai anak Tuhan, kita nggak boleh takut dengan hal-hal seperti itu, “ tambah Rony.

            Anak yang bermain bola membalas, “ Waaah! Kalian orang Jakarta, nggak kenal sama sebutan angker nih yeee?”

            “ Bukan nggak kenal, tapi nggak boleh takut,” jelas Mike.

            “ Oh ya, yang orang Jakarta itu Mike dan Ola. Kalau aku dari Bandung. Namaku Rony,” lanjut Rony sambil mengangsurkan tangannya, menyalami anak laki-laki yang membawa bola itu.

            “ Ow, aku Dony,” jawab anak yang membawa bola menyambut salam Rony, “ dan Dia Ben, tetanggaku. Kami tinggal di Gang Mawar, di Cipanas Barat.

            “ Waaah, nggak jauh dari tempat kami dong,” Ola menimpali, “ Kami tinggal di rumah Opa kami, Oma dan Opa Linggo.”

            “ Oh? Oma dan Opa Linggo yang setiap hari Minggu selalu pergi ke gereja, ya?” seru  Ben.

            Ola mengangguk, “ Iya. Oma dan Opa memang tidak pernah absent ke gereja. Kalian rajin ke gereja juga, kan?”

            “ Dulu iya. Tetapi, belakangan ini, kami jarang ke gereja.”

            “ Kalau begitu, hari Minggu besok, kita pergi ke gereja bersama-sama, ya?” ajak Ola.

            Tiba-tiba Ben bangkit dari duduknya. Ia bersiap-siap akan meninggalkan taman itu.

            “Sudah hampir jam enam sore. Aku harus segera pulang,” ujar Ben.

            “Huuu… penakut kamu!” ejek Dony.

            “Biarin.”

            “ Memangnya kamu nggak takut hantu, Don?” tanya Rony tiba-tiba.

            “Hantu? Ah… kecil…” jawab Dony sambil tertawa.

            Mike dan Rony ikut tertawa.

            “Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi ke sana?”

            “ Ke… ke…sana? Maksud mu, kalian mau melihat hantu itu?”

            “ Iya! ”

            “ Sekedar memastikan apakah hantu itu benar-benar ada?” tambah Rony.

            “Kapan?” tanya Dony.

            “Bagaiman kalau malam ini?”

            “Malam ini juga boleh.”

            “Bagus! Kita bertemu di halaman rumah Oma dan Opa Linggo malam ini, setuju?”

            “Setuju,” sahut Dony mantap.

            “Kalian yakin, pergi ke sana malam ini akan diijikan oleh ortu serta Oma dan Opa kalian?” sergah Ben kesal.

            “Tentu saja tidak. Kita harus pakai ini,” Rony menunjuk ke pelipisnya, “ Don, nanti malam, kita pergi pukul sembilan. Kalau kau sudah tiba di halaman rumah kami, kau membuat suara seperti suara kucing, ya. Kami akan berpura-pura tidur sejak jam delapan malam, dan akan keluar dari jendela, bukan dari pintu rumah, supaya Oma dan Opa Linggo tidak tahu.”

            “ Astaga, ternyata kalian anak-anak yang bandel.” Seru ben terkejut.

            “ Sttt. Jangan keras-keras suaranya,” Mike mengingatkan.

            “ Lagipula, yang kita lakukan ini, sudah banyak dilakukan orang di televisi, kok.  Tidak akan terjadi apa-apa. Kau tidak usah takut, lah.”

            “ Ola ikut juga?” tanya Ben lagi.

            Ola tampak ragu-ragu sejenak, lalu mengangguk, “ Aku ingin tahu juga deh. Tapi, berarti, kita berbohong pada Oma dan Opa, dong Kak? Apakah, kita nanti tidak akan dihukum? Dan lagi, kalau nanti kita ditangkap oleh hantu itu, bagaimana?”

            “ Ya sudah, kamu tidak usah ikut. Kamu di rumah saja. Dan, jangan pernah mengatakan kalau kami pergi ke Villa Green Island, ya.”

Bersambung

 

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAG 3

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

 

Ringkasan yang lalu :

Mike, Rony, dan Dony, teman baru mereka, memutuskan untuk mendatangi Villa Green Island malam ini. Mereka akan berkumpul di halaman rumah Oma dan Opa Linggo.

 

Rumah Oma dan Opa Linggo, Pk. 21.00 WIB

 

Jendela kamar Rony dan Mike sudah gelap. Sepertinya mereka sudah terlelap. Sejak pukul setengah sembilan malam, mereka sudah menguap berkali-kali. Katanya mereka sangat letih, setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Cipanas , dan dari Bandung ke Cipanas. Ya, Ronny, cucu Opa Linggo yang paling besar, memang baru saja datang dari Bandung, siang itu. Sedangkan Mike dan Ola, cucu kecil Opa Linngo, baru saja tiba sore itu, dari Jakarta. Keduanya berpamitan untuk masuk ke kamar mereka di loteng sekitar pukul sembilan kurang seperempat, malam itu.

            Begitu pula dengan Ola. Ia  menemani Oma dan Opa Linggo menonton TV sampai pukul setengah sembilan malam, setelah itu, ia pun berangkat tidur.

            Tepat pukul sembilan malam, dari sudut rumah, terdengar suara kucing.

            “ Miawww… miauwww…”

            “ Miauwwwwww,” balas suara kucing dari loteng kamar Opa Linggo.

            Ronny dan Mike segera menuruni jendela kamar mereka, melalui anak tangga kayu yang sudah disiapkan sejak sore tadi. Ronny yang menemukan anak tangga kayu itu di dekat gudang belakang. Lalu, bersama-sama dengan Mike, mereka mengangkat anak tangga kayu itu dan meletakkannya di bawah jendela kamar mereka. Mereka juga menutupi anak tangga kayu itu dengan daun daunan pohon merambat, yang ditanam tepat di depan kamar mereka.

Sementara itu, Ola, yang juga mendengar suara kucing meong-an kucing, ikut membuka jendela kamarnya. Ia memperhatikan kakak-kakaknya yang sedang menuruni tangga kayu.

            “ Hati-hati, ya, Kak !” ujar Ola.

            Mike tersenyum kecil sambil mengacungkan jempolnya, “ Sip laah!”

 

            Villa Green Island di malam hari itu kelihatan seperti villa biasa. Tidak menampakkan kesan angker atau berhantu. Ke tiga anak itu berjingkat-jingkat memasuki halaman Villa Green Island. Seorang laki-laki berumur sekitar lima-puluh tahunan yang sedang berjaga, terlihat duduk terkantuk-kantuk di pos satpam, sehingga tidak memperhatikan adanya tiga anak laki-laki berusia sekitar 9 tahunan, menyelinap memasuki halaman Villa itu.

            Ke tiga anak laki itu berjingkat menuju ke sebuah sudut berjendela kaca. Ruangan di balik kaca itu gelap. Samar-samar, terlihat beberapa perabot di dalamnya. Tampaknya seperti ruang tamu, ada seperangkat sofa, lemari pajangan, televisi, kulkas, dan beberapa hiasan seperti pajangan kaca dan pot bunga di sudut-sudut ruangan.

            “ Tidak ada yang aneh, “ bisik Rony pada Donny, teman barunya.

            “ Iya, “ lanjut Mike, “ Nggak ada tanda – tanda bahwa villa ini berhantu. “

            “ Ya, memang kalau hari biasa tidak berhantu. Coba saja besok. Kalian pasti akan melihat hantu-hantu itu besok.” Jawab Donny.

            “ Kalau begitu, besok kita ke sini lagi saja,” ajak Mike ingin tahu, “ Aku belum pernah melihat hantu nih. Seperti apa, ya ?”

            “ Kalau begitu, aku tidak akan ikut kalian lagi besok. Setidaknya, aku sudah menunjukkan tempat ini pada kalian. Jadi, kalau kalian mau pergi lagi besok, kalian bisa pergi sendiri berdua.”

            Ronny dan Mike berpandangan sejenak.

            “ Ok lah, besok kita pergi lagi berdua. Aku tidak percaya kalau hantu itu benar-benar ada.” Kata Ronny.

            “ Aku juga berpikir begiru, Ron. Dan, sepertinya, kamu sangat takut dengan hantu, ya Don ?” lanjut Mike.

            “ A… a… ku? Aku… tidak takut hantu. Tetapi… orang tuaku pasti tidak akan mengijinkan aku pergi. “ jawab Dony terbata-bata. Wajahnya berubah menjadi pucat, seperti orang ketakutan.

Bersambung

 

Diceritakan oleh : Maureen May, December 2004

 

 

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAG 4

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

 

Ringkasan cerita sebelumnya :

Ronny, Mike, dan Donny nekad mendatangi Villa Green Island, pada malam itu. Mereka berhasil melewati penjaga satpam tanpa mengalami kesulitan. Tetapi, Villa itu  tidak terkesan angker, bahkan tampak seperti villa biasa.

 

Keesokan paginya.

“Tidak ada yang aneh.” Kata Ronny  saat mereka sarapan pagi di rumah.

            “ Ya, sepertinya, berita itu hanya gossip belaka.” Lanjut Mike bersemangat.

            Ola mendengarkan cerita kedua saudaranya itu dengan penuh perhatian.

            Oma Linggo yang berada tidak jauh dari tempat anak-anak makan, menjadi curiga mendengar percakapan cucu-cucunya.

            “ Apakah yang sedang kalian bicarakan itu ? Bukankan tadi malam kalian sudah masuk ke kamar pukul sembilan malam ? “ tanya Oma Linggo.

            “ Oh… i… ya… anu…” Mike menjawab terbata-bata.

“ Iya, Oma. Kami sedang menceritakan pengalaman kami sewaktu berlibur di sini setahun yang lalu,” potong Ronny berbohong, sambil kakinya menendang kaki Mike dari bawah meja makan.

            “ Aduh ! “ jerit Mike kesakitan.

            Ronny mengerutkan keningnya, memberikan isyarat pada Mike agar tidak banyak bicara lagi.

            Ada apa lagi, Mike ? Mengapa kamu mengaduh ? “ tanya Oma Linggo, menghampiri sambil membawakan beberapa gelas susu coklat panas.

            Mike meringis, “ Ah, anu, Oma, tadi… kaki Mike terbentur kaki meja makan.”

            Oma Linggo menatap Mike sekejap, lalu meneruskan, “ Hati-hatilah kalau begitu. Bisa-bisa kakimu bengkak semua karena terbentur kaki meja makan, kalau  ceritamu  terlalu bersemangat seperti itu.

            “ Iya Oma, “ sahut ketiga anak itu bersamaan, sambil menghela napas lega.

 

            Sore hari.

            Ke tiga cucu-cucu itu sedang duduk di teras rumah Opa Linggo. Ketiganya sedang asyik bermain monopoli. “ Sekalian belajar bisnis, “ kata Ola, “ Supaya kalau besar nanti, bisa benar-benar mempunyai banyak hotel, hehehe.”

            Opa Linggo hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan cucunya.

            “ Jadi, kalian serius mau ke sana lagi nanti malam ? “ kata Ola terkejut.

            “ Ssssst!” sergah Mike sambil menempelkan telunjuk di depan mulutnya, “ Jangan keras keras, nanti Opa dengar.”

            Ola melirik Opa-nya yang sedang duduk di bangku teras, tidak jauh dari tempat anak-anak bermain monopoli, “ Opa nggak mungkin dengar deh. Pendengarannya kan sudah berkurang.”

            Mike mencubit kaki adiknya gemas, “ Pokoknya, kalau bicara jangan keras-keras.”

            Ola cemberut kesal, “ Iya deh. “ jawabnya sambil berbisik.

            “ Lalu, kalau hantu itu ternyata benar-benar ada, dan kalian ditangkap oleh hantu itu, bagaimana ?” bisik Ola lagi.

            “ Alaaaa… hantu itu nggak ada, Ola. Orang kampung sini saja yang terlalu percaya pada kabar angin, “ jawab Mike.

 

Malam itu, Ronny dan Mike kembali bersiap-siap untuk menuju ke Villa Green Island. Pada saat mereka akan berangkat dari rumah Opa Linggo, tiba-tiba terdengar suara meongan kucing dari kejauhan, “ miiiiaaauuuwww…..miiiiaaaauuuuwww….”

Mike dan Ronny spontan menoleh ke arah datangnya suara kucing. Ternyata, Donny dan Ben yang datang. Keduanya berboncengan mengendarai sepeda mini sambil ngebut.

“Hosh…hosh…hosh…Kami belum ketinggalan, kan ? “ Tanya Donny.

Mike dan Ronny menggeleng, “ Kalian juga mau ikut melihat hantu ?”

Donny mengangguk. Ben juga ikut mengangguk.

“ Kalian orang kota yang tidak tahu daerah di sini saja, berani melihat hantu. Masa kami, yang penduduk asli sini, tidak berani melihat hantu. Kami juga mau melihat hantu. “ kata Ben.

“ Kalian yakin tidak takut?”

Donny dan Ben berpandangan sejenak, lalu menggeleng bersamaan.

“ Kami tidak takut.”

“Baguslah, “ lanjut Ronny, “ Kalau begitu, ayo kita berangkat. “

 

bersambung

 

diceritakan oleh : Maureen May, December 2004

           

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAG 5

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

RINGKASAN MINGGU LALU:

Rony dan Mike memutuskan untuk mendatangi Villa Green Island pada malam Jumat. Mereka ingin meyakinkan bahwa hantu itu tidak ada. Pada malam harinya, saat keduanya hendak berangkat, Ben dan  Donny datang sambil berboncengan mengendarai sepeda mini. Keduanya ingin ikut melihat hantu di Villa Green Island.

 

 

Villa Green Islan, Malam Jumat,  pk. 21.00 wib.

Villa itu gelap. Tidak terkesan adanya penghuninya. Hanya lampu penerang jalan dan teras yang tampak remang-remang menerangi sekeliling villa. Di dekat pintu gerbang villa, tampak seorang satpam duduk terkantuk-kantuk. Di mejanyanya terdapat sebuah cangkir berisi minuman dan sebuah radio mini bersuara cempreng yang sedang mengumandangkan lagu-lagu pop dangdut.

 

Ke empat anak laki-laki itu segera menyembunyikan sepeda mininnya di balik semak-semak. Mereka lalu mngendap-endap mendekati pintu gerbang villa itu.

            “ Kita masuk satu per satu, supaya tidak mencolok. Ingat, jangan menimbulkan suara apapun,” bisik Rony memberikan instruksi, “ Kau masuk duluan, Mike. Cari tempat yang paling baik , yang bisa  melihat ke semua kamar yang ada di dalam villa.”

            Mike mengangguk sambil mengacungkan jempolnya, “ Siip, lah…”

            Tempat yang dipilih Mike memang sangat strategis. Tempat itu berupa sebuah sudut yang dinaungi oleh bayangan pohon beringin di tengah villa. Keberadaan ke empat anak itu benar-benar tak terlihat, kecuali ada sinar tertentu seperti senter , yang mengarahkan ke arah mereka.

            Waktu terus berlalu. Ronny melirik jam tangannya. Pukul 23.00. Masih belum terlihat tanda tanda akan datangnya hantu. Sementara Ronny tegang menunggu saat saat menangkap hantu, Ben malah sebaliknya. Ia terlihat pucat pasi menunngu jam duabelas malam, sambil mulutnya terus komat kamit berdoa. “ Tuhan Yesus, tolonglah kami, singkirkanlah Hantu-hantu di vila ini, agar mereka tidak lagi mengganggu penduduk di desa kami…”

            Sama seperti Ben, Donny juga tampak tegang dan takut menanti jam datangnya hantu-hantu dari Villa Green Island. Ditangannya tergenggam sebuah salib,” Biasanya , kalau di film-film, hantu itu takut pada salib…” gumam Donny.

            Pukul 12.00 tengah malam.

            Tiba-tiba terdengarlah suara-suara aneh. Gemuruh angin diikuti jendela kamar yang terbuka dan menutup sendiri. Lampu yang berkelap kelip, sebentar menyala sebentar mati. Diikuti suara tawa melengking wanita, “ Hihihihi…..hihihi….”

            Ben tersentak kaget. Ia menjadi ketakutan dan panik, “ A… a… aku mau pulang…”

            Ben membalikan tubuhnya, hendak melarikan diri dari Villa. Cepat-cepat Ronny memegang celananya dan menahannya, “ Bodoh! Jangan lari dulu. Masa sama hantu takut?  Apa gunanya kamu berdoa sejak tadi?”

            Suara hantu kembali terdengar, “ Hihihi……hihihi….” Kali ini diikuti dengan suara gemuruh banyak orang bicara. Sepertinya ada puluhan orang berbicara dan tertawa-tawa. Donny jadi ikut takut. Ia berlari hendak meninggalkan tempat itu, sambil menjerit panik, “ Tuhan Yesus, tolong usir hantu-hantu itu….huhuhu, “ ia menjerit sambil ketakutan, sampai airmatanya berlinang. Ia terus berlari hingga tiba-tiba…

            “ Auuww…aduuuh,” jerit Dony kesakitan. Rupanya kakinya tersandung akar pohon beringin yang besar. Sementara ia terjatuh, tubuhnya menimpa sekaleng tong sampah hingga berbunyi berisik, “ Klonenenggg….”

            “ Ssst!” bisik Rony segera. Ia melirik ke arah satpam, takut kalau-kalau satpam itu terbangun karena ulah Dony dan Ben.

            Ternyata, satpam itu sama sekali tidak terbangun, melainkan…

            “ Wuahahaha…anak anak kecil dari mana ini?” terdengar suara dari belakang mereka. Ke empat anak itu menoleh, dan melihat seorang laki-laki tinggi besar berjubah dan berkerudung putih. Mereka ada 4 orang, semuanya pria, dan semuanya menatap mereka sambil melotot.

            “ hantuuuuuu….. ,” jerit ke empat anak itu bersamaan.

            “ Heheheheh…..heheheh…. ya…. ya…hantu… hihihihi…. “

            “ aaaah…” jerit ke empat anak itu bersamaan.

            Jendela tepat di belakang mereka terbuka lebar. Kain gordennya melambai lambai tertiup angin. Dari tempat itu, terlihat beberapa sosok berpakaian sama berdiri berderetan menghadap ke arah mereka.

            Ada apa? “

            “ Aahh… anak – anak yang lucu-lucu dan manis - manis…” seru yang lain.

            “ Mereka pasti laku dijual mahal. Oh, sungguh beruntung nasib kita,” timpal hantu yang lain.

            Ke empat anak itu ternganga karena terkejut dan takut. Wajah mereka pucat pasi. Sebelum mereka sempat berpikir, hantu-hantu itu sudah menangkap mereka. Ke empat anak itu diikat, mulutnya disumpal, dan dimasukkan ke dalam kamar terkunci.

 

bersambung

           

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAGIAN 6

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

Cerita sebelumnya :

Mike, Ronny, Ben, dan Donny, kembali mendatangi Villa Green Island di malam Jumat. Mereka ingin membuktikan apakah hantu itu benar-benar ada? Ternyata, tepat tengah malam Jumat itu, ke empat anak itu benar-benar melihat hal-hal aneh di Villa Green Island. Hantu-hantu itu memang muncul, menangkap, dan mengurung mereka di kamar terkunci.

 

Keesokan harinya.

 

Kamar Ola, pk. 07.00

“ Tok…tok…tok… Ola, bangun. Bangunkan juga kakakmu, ya… Sejak tadi pintu kamarnya Oma ketuk, tapi tidak ada yang menjawab.” Seru Oma Linggo dari balik pintu.

Ola yang masih mengantuk segera terbangun terkejut. “Tidak ada yang menjawab? Jangan-jangan, mereka benar-benar ditangkap oleh hantu-hantu itu?”pikir Ola cemas. Ola bergegas bangun dan membuka pintu kamarnya. Ia melihat Omanya sudah menuruni tangga.

“ Iya Oma, mungkin mereka terlalu letih bermain kemarin sore, nanti Ola bangunkan.” jawab Ola.

 

Segera Ola menghampiri kamar kakaknya, sambil mengetuk, “ Kak Mike, Kak Ron, Ayo bangun! Sudah siang nih, “ seru Ola setengah berteriak.

Tapi tidak ada jawaban.

Ola mulai cemas. Ia berlari kembali ke kamarnya, mengambil HP yang dibawakan oleh orangtuanya. Ia segera menelpon ke nomor HP kakaknya.

“ Nuuut…..nuuuut….nuuuuut….nuuuuut……” tidak ada yang mengangkat.

Keringat dingin Ola mulai bercucuran. “Astaga, kalau mereka benar-benar tertangkap oleh hantu itu, apa yang harus ia katakan pada Oma dan Opa Linggo?”

Tiba-tiba ia teringat, bahwa kakaknya berangkat ke Villa itu dengan mengendarai sepeda. Segera ia berlari menuruni tangga, menuju ke gudang belakang, tempat Oma & Opa menyimpan semua perabot, termasuk sepeda.

Samar-samar Ola mendengar suara teguran Oma Linggo , “ Hati-hati, Ola…. Jangan berlari-lari menuruni tangga, nanti kamu terjatuh.”

Tetapi Ola sedang panik, sehingga ia tidak menghiraukan teguran Omanya.
Setibanya di gudang belakang, ia membuka pintu gudang dengan sedikit tergesa, dan ….

sepeda mini yang dikendarai kedua kakaknya, memang tidak di sana.

Rasanya Ola ingin sekali menangis. Ia menyesal tidak melarang kedua kakaknya yang bandel, yang berusaha untuk menangkap hantu-hantu di Villa Green Island.

” Sekarang bagaimana?” pikir Ola panik, “Apa yang harus Ola katakan pada Opa dan Oma Linggo? Apa yang harus Ola katakan pada Mama dan Papa? Apa yang harus Ola katakan pada Oom dan Tante Ferdian, Mama dan Papanya Kak Ronny? Oh Tuhan Yesus… apa yang harus Ola lakukan? Kak Mike dan Kak Ronny melarang Ola untuk mengatakan pada Oma dan Opa Linggo bahwa mereka pergi ke Villa Green Island. Dan,… sekarang mereka tidak kembali. Apa yang harus Ola lakukan?”

Ola kembali ke kamarnya sambil berjalan lemas sekali, ia sangat bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Sesampainya di kamarnya, Ola kembali mencoba menelpon ke nomor HP kakaknya. Tetap tidak diangkat. Bahkan HP itu sepertinya sudah dinonaktifkan. Ola sedih sekali.

Akhirnya Ola duduk bersimpuh di tepi ranjangnya, sambil berdoa,

”Tuhan Yesus yang baik, ampunilah Ola. Ampunilah Kak Ronny. Ampunilah Kak Mike. Antarkan mereka pulang kembali dengan selamat. Di manapun mereka sekarang, Tuhan Yesus, antarkan mereka pulang dengan selamat…..amin.”

 

 

bersambung

 

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAGIAN 7

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

Cerita sebelumnya:

Mike dan Ronny yang pergi ke ‘Villa berhantu Green Island’ ternyata tidak kembali. Ola sangat bingung dan panik. Ia ingat bahwa Mike dan Ronny melarangnya untuk mengatakan pada Oma dan Opa-nya bahwa mereka pergi ke Villa Green Island. Ola bingung, apakah yang harus ia lakukan?

 

Di Villa Green Island.

Sabtu pagi.

Kamar terkunci yang tadinya gelap, karena tidak ada lampu penerangan, mulai terang. Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela. Mike, Ronny, Donny, dan Ben yang tertangkap, terikat, tak berdaya, dan tertidur , mulai terjaga.

Mike yang pertama kali membuka matanya, dan terkejut. Di sana banyak anak-anak lain yang juga dalam keadaan terikat. Ada yang sebaya dengan mereka, ada pula yang lebih kecil dari mereka, kira-kira sebesar Ola. Wajah mereka semua tampak sedih. Mereka menatap Mike dengan pandangan kosong.

Mike segera tersadar, ia segera bergerak-gerak, berusaha melepaskan tangannya dari ikatan para hantu penjahat. Tapi, ikatan itu terlalu kencang untuk Mike. Ia melirik ke sebelahnya, Ronny masih tertidur pulas. Dengan sedikit kesal, Mike mengayunkan badannya ke arah Ronny, dan…”DUUK!”

Ronny mengerang kesakitan. Tapi ia segera terbangun.  Ayunan tubuh Mike yang menghantam tubuhnya, membangunkannya dari tidurnya. Tapi sebelum ia menoleh ke arah Mike yang membangunkannya, ia melihat tatapan beberapa anak yang memperhatikan mereka. Ronny sempat terbengong-bengong beberapa saat, sebelum ia menengok ke arah Mike, yang menatapnya sambil mengerutkan kening.

“Nge…ngee…nge….” Mike mencoba berbicara. Tapi kedengarannya jadi aneh, karena mulutnya tertutup rapat.

Ronny segera mengerutkan keningnya, memberi isyarat agar Mike tetap diam.

Mike kembali diam.

Sementara itu, Ronny memutar tubuhnya, membelakangi tubuh Mike, menarik tali tali pengikat tubuh mereka. Ia berusaha membuka tali-tali yang mengikat tubuh mereka.

 

Di rumah Oma dan Opa Linggo.

“Ola, ayo turun… Sarapan pagi sudah tersedia.” Panggil Oma Linggo dari ruang makan.

“Iya Oma,” jawab Ola lemas.

Pelan-pelan ia menuruni tangga, menuju ke ruang makan. Opa Linggo sudah duduk di kursinya. Seberkas Koran tergenggam di tangannya.
” Belakangan ini semakin marak penculikan anak-anak. Ola, kamu harus berhati-hati kalau bermain, begitu juga dengan kakakmu, diingatkan juga. Penculik-penculik itu sangat licik dan berbahaya.” kata Opa Linggo sambil melipat koran yang baru saja dibacanya. “ Oh ya, mana kakakmu, Mike, dan Ronny?”

Ola menatap Opanya ragu-ragu, “ Ng…”

“ Masih belum bangun juga? Aduh… anak-anak sekarang, mentang-mentang liburan, hawa dingin, jadi malas bangun pagi. Jaman Opa dulu, anak-anak nggak boleh bangun sesiang ini. Pukul 5 pagi harus sudah bangun , dan bekerja. Opa masih bisa melihat matahari terbit. Indah sekali lho, matahari terbit itu. Besok, Ola harus bangun pagi, ya, pukul 5 pagi. Opa akan ajak Ola jalan-jalan, melihat indahnya matahari terbit.” Lanjut Opa lagi.

Oma Linggo datang, membawa beberapa mangkuk bubur ayam, emping goreng, serta beberapa gelas minuman hangat.

“ Mana Mike dan Ronny, Ola? Masih belum bangun juga?” Tanya Oma Linggo heran.

Ola Cuma mengangguk lemah. Oma jadi curiga. Ia menengok Opa Linggo sambil berkata, “ Opa ada kunci serep kamar anak-anak, kan? Cobalah, buka kamar mereka. Oma mencium sesuatu yang tidak beres, “ kata Oma Linggo.

Opa mengerutkan keningnya, “ Ada yang tidak beres? Memangnya ada apa, sih?”

Tanya Opa heran. Namun beliau tetap bangkit dan mengambil kunci serep.

Dan benarlah, ketika kamar Mike dan Ronny dibuka, keduanya tidak ada di dalam kamar itu.

Ola menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia tahu sesuatu, tapi ia masih belum berani berbicara.

Tiba-tiba Oma Linggo bertanya,” Ola, kau tahu di mana kedua kakamu itu, kan?”

Oma mengangkat wajahnya, pucat pasi ia menatap Omanya, lalu menunduk lagi.

Oma menghampiri cucunya, dan berkata dengan lembut,” Ola sayang, kamu tahu Oma dan Opa sayang pada kalian semua. Kalau ada sesuatu yang terjadi pada kedua kakakmu, Oma dan Opa tentu akan sangat sedih. Kalau orang tuamu tahu, mereka juga tentu akan sedih. Kalau Ola tahu di mana mereka, seharusnya Ola mengatakannya pada Oma dan Opa. Ola tidak boleh berbohong. Ola juga pergi ke sekolah minggu, kan? Anak Tuhan Yesus, tidak boleh berbohong.” nasihat Oma Linggo.

“ Ola tahu ke mana Mike dan Ronny pergi, kan?’tanya Oma Linggo lagi.

Ola mengangguk lemah. Wajahnya tetap tertunduk kebawah.

“Ola tahu mereka pergi ke mana?” lanjut Oma Linggo.

Ola diam beberapa saat, akhirnya berkata pelan,”Mereka pergi ke Villa Green Island, tadi malam.”

 

Bersambung.

 

 

MISTERI DI VILLA GREEN ISLAND BAG 8

Oleh : Maureen Maybelle

 

 

Cerita sebelumnya :

Mike, Ronny, Donny, dan Ben, disekap disebuah kamar. Ternyata di kamar itu terdapat pula anak-anak lain sebaya mereka. Mereka semua dalam keadaan terikat dan mulutnya disekap dengan kain. Sementara itu, setelah didesak dan dibujuk oleh Oma Linggo, Ola akhirnya mengatakan ke mana kedua kakaknya pergi, yaitu ke Vila berhantu Green Island.

 

 

Mengetahui bahwa ke-dua cucunya pergi ke Villa Green Island, Opa Linggo segera menelpon ke polisi. Ia meminta bantuan polisi untuk menggeledah Villa Green Island. Sementara itu, Oma Linggo segera menghubungi kedua orang tua Mike dan Ronny, perihal kehilangan anak mereka. Oma Linggo juga menghubungi orang tua Ben dan Donny, sehingga ke dua orang tua Ben dan Donny bisa ikut pergi ke Villa Green Island bersama para polisi.

 

Ronny dan Mike yang berusaha untuk melepaskan ikatan tali yang mengikat ditubuh mereka, mulai putus asa. Mereka merasa usaha mereka untuk melepaskan diri hanyalah sia-sia.

Pada saat mereka mulai putus asa itulah, tiba-tiba Mike mendengar teriakan dari suara yang sangat dikenalnya.

“ Mike…. Ronnn, di mana kalian???? Mike…..”

Mike yang sudah lemas, kembali bersemangat, “ Itu suara Ola,” pikirnya. Segera Mike menyenggol Ronny di sebelahnya, sambil menggunakan isyarat agar Ronny memperhatikan suara jeritan itu.

Rupanya Ronny pun mendengar suara teriakan Ola. Dalam keadaan duduk terikat, Ronny berusaha mendekati pintu kayu yang berada tidak jauh dari tempat ia duduk. Dengan sekuat tenaga ia memukulkan tubuh dan kepalanya ke pintu kayu, agar terdengar oleh orang-orang di luar sana. Tetapi, memukulkan kepala ke pintu kayu membuat kepala Ronny sakit dan pusing. Untunglah Mike mempunyai cara lain. Ia menjatuhkan badannya, dan menjejakkan kakinya ke pintu kayu, hingga menimbulkan suara-suara gaduh.

 

Untunglah, pasukan polisi pencari itu berhasil mendengar suara kegaduhan mereka, dan menemukan ruangan tempat Mike, Ronny, dan anak-anak lain di sekap.

“ Mike….” Seru Ola gembira, ia berlari memeluk kakaknya. Opa Linggo juga ikut bersama polisi pencari. Beliau membuka ikatan tali di tubuh Ronny sambil menggeleng-gelengkan kepala.

 

Di ruangan lain di Villa itu, Polisi berhasil menangkap sekitar 10 orang laki-laki dan perempuan berpakaian hantu. Wajah mereka tertutup kerudung. Dari berkas-berkas yang ditemukan di ruangan tersebut, berhasil diketahui bahwa kelompok hantu-hantu itu merupakan kelompok terselubung, Sindikat Penculik Anak ( SPA ) Mereka menculik anak-anak kecil, kebanyakan anak-anak yang berusia di bawah lima tahun, untuk kemudian dijual di tempat yang jauh dari Jakarta, seperti ke Surabaya, Medan, Makasar, Manado, bahkan ke luar negeri. Rencananya, mereka akan membawa anak-anak yang sudah mereka tangkap itu pada malam Jumat minggu berikutnya. Tetapi, karena Malam Jumat itu, SPA kedatangan tamu tidak diundang, yaitu, Mike, Ronny, Ben, dan Donny, akhirnya SPA memutuskan untuk mengangkut anak-anak itu malam itu juga, yaitu hari Sabtu, pk. 12.00 tengah malam.

 

Untunglah Oma & Opa Linggo yang cepat menyadari hilangnya kedua cucunya, ditambah dengan pengakuan Ola, berhasil menyelamatkan Mike, Ronny, Ben, Donny, dan anak-anak yang lain.

 

Setibanya di rumah Oma dan Opa Linggo, Ronny dan Mike sudah ditunggu oleh kedua orang tua mereka.  Mama dan Papa mereka sangat cemas mendengar berita hilangnya putra-putra mereka. Sebagai akibat dari perbuatan mereka, berbagai hukuman sudah menanti. Mama dan Papa Mike menghadiahi Mike hukuman berupa tidak boleh bermain selama tiga bulan. Sebaliknya, Mama dan Papa Ronny, menghadiahi Ronny hukuman, tidak mendapat uang saku selama tiga bulan. Ola juga mendapat hukuman, tidak boleh bermain selama 2 minggu, karena tidak segera melaporkan perbuatan ke dua kakaknya.

 

Oma dan Opa Linggo juga menghadiahi cucu-cucunya hukuman berupa menulis “ Saya tidak akan sok jagoan lagi,” sebanyak 300 kali, untuk Mike dan Ronny. Sedangkan untuk Ola, dihadiahi hukuman berupa menulis “Saya tidak akan berbohong lagi,” sebanyak 100 kali.

 

Keesokan harinya, Opa Linggo kembali membacakan berita “ Sindikat Penculik Anak Terbongkar. Akibat ulah 4 orang anak sekolah minggu yang tidak percaya akan adanya hantu, berhasil membongkar upaya Sindikat Penculik Anak di Villa “berhantu” Green Island-Cipanas. Penculik-Penculik itu mengadakan rapat mingguan setiap malam Jumat, tengah malam, dengan mengenakan kostum hantu, dan membuat suara-suara lengkingan hantu, untuk menakut-nakuti penduduk sekitar. SPA berhasil menangkap sekitar 20 anak balita dan sekitar 10 anak berusia di atas 5 tahun, yang akan segera dijual ke berbagai pelosok negeri, Jumat berikutnya. Saat ini, sebagian dari anak-anak malang itu sudah dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing, dan Para Penculiknya sebanyak 10 orang sudah tertangkap. 10 Penculik lainnya dinyatakan masih buron.”

 

Mike, Ronny, dan Ola, yang sedang duduk di meja ruang keluarga sambil menuliskan hukumannya masing-masing, berhenti sejenak. Mereka menengok ke Opa Linggo yang sedang membacakan berita itu.

 

Tetapi Opa Linggo tidak meneruskan kata-katanya. Beliau cuma tersenyum, dan membaca berita lanjutannya di dalam hati, “ Orang tua dari ke 30 anak yang diculik mengucapkan terimakasih kepada ke 4 anak sekolah minggu yang berhasil menyelamatkan anak-anak mereka. Karena, akibat keberanian Mike, Ronny, Donny, dan Ben-lah, anak-anak mereka berhasil diselamatkan dari para penculik….”

 

Mike, Ronny, dan Ola, yang menatap Opanya, ingin mendengarkan berita selanjutnya menjadi kecewa, karena Sang Opa tidak meneruskan membaca. Sebaliknya, Koran itu dibuang ke tong sampah.

 

Opa Linggo tidak mau, cucunya menjadi bangga akan perbuatan mereka yang tidak terpuji.

 

Selesai.­­­­

 

 

 

 
Today, there have been 62 visitors (91 hits) on this page!
Hai....



Terima kasih sudah mengunjugi websiteku....



Di sini, teman-teman bisa membaca karya-karyaku, baik yang pernah diterbitkan di majalah, dipentaskan di panggung, difilmkan, sampai naskah-naskah yang batal terbit atau batal dipentaskan..



Selamat membaca dan semoga teman-teman menyukainya...



God Bless U All



link to : may-belle.webs.com
ANYONE PLS CONTACT ME AT : maureenmaybelle@yahoo.com This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free